بسم الله الرحمن الرحيم

Jumat, 21 September 2012

BILA TERKENA NAJIS

بسم الله الرحمن الرحيم

Islam adalah agama yang telah sempurna dan paripurna, semua sendi kehidupan telah disentuh oleh syareat islam, salah satunya adalah masalah kebersihan. Bila badan kita, pakaian kita atau hal lainnya terkena benda-benda najis yang nota bene sebagai seorang muslim kita harus mensucikannya. Islam-pun datang dengan tata cara mensucikannya. Bertolak dari situ maka pada edisi kali ini kita akan membahas hal tersebut (semampu kami). Selamat menuntut ilmu.
PERINTAH MENSUCIKAN BENDA YANG TERKENA NAJIS
Diantara dalil yang menerangkan masalah ini adalah firman Alloh ta’ala :
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
Dan pakaianmu bersihkanlah, (QS. Al Mudatssir : 4)
Maksudnya adalah :
وَطَهِّرْ ثِياَبَكَ مِنَ النَّجَاسَاتِ ؛ فَإِنَّ طَهاَرَةَ الظَّاهِرِ مِنْ تَمَامِ طَهاَرَةِ الْبَاطِنِ
“Dan sucikanlah pakaianmu dari benda – benda najis. Sesungguhnya kesucian zohir merupakan kesempurnaan kesucian batin [tafsir muyassar surat al mudatsir ayat 4]
BILA TIDAK MAU BERSUCI DARI NAJIS
Orang yang tidak mau bersuci dari najis ancamannya sangat berat, bahkan bisa jadi ia akan terkena adzab kubur. Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan beliau bersabda:
إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ
”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, dia tidak menjaga diri dari kencing (semasa hidupnya). Sedangkan yang satunya lagi, dia berkeliling menebar adu domba.” [HR. Bukhori no. 6052]
Dalam shohih jami’ no. 2440 dengan redaksi :
فَكَانَ لَا يَسْتَنْزِهُ مِنْ الْبَوْلِ
“Dia tidak mensucikan diri dari kencing
CARA MENSUCIKAN BENDA – BENDA NAJIS
Secara asal, benda yang terkena najis disucikan dengan cara menghilangkan zat najisnya kemudian disucikan dengan air hingga tiga sifat (warna, bau, rasa) benda najis tadi hilang. Berdasarkan firman Alloh :
وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ
“Dan Allah menurunkan kepadamu air dari langit untuk menyucikan kamu dengan air tadi.” (QS. Al anfal :11)
Kemudian syareat islam juga telah menerangkan perincian tata cara pensucian benda yang telah terkontaminasi oleh najis. Keterangannya sebagai berikut
1.       Mensucikan Pakaian Atau Lainnya Dari Darah Haid
Dengan cara menggosoknya, atau mengeriknya dengan ujung jari kemudian mencucinya dengan air, berdasarkan hadits :
وَعَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِيْ بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ -فِيْ دَمِ الحَيْضِ يُصِيْبُ الثَّوْبَ- : تَحُتُّهُ ، ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ، ثُمَّ تَنْضَحُهُ ، ثُمَّ تُصَلِّيْ فِيْهِ
متفق عليه.
Dari Asma’ binti Abu Bakar radhiyallahu 'anha, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda -tentang pakaian yang terkena darah haidh-: “Kamu gosok, kemudian kamu cuci dengan air, lalu shalatlah dengan pakaian tersebut.” (HR.Bhukori no. 227 dan Muslim no. 291).
Namun bila ingin menggunakan kayu, sikat atau alat yang lain untuk menggosoknya maka hal tersebut bagus, berdasarkan hadits :Ummu Qois binti Mihshon radhiyallahu 'anha, beliau mengatakan: “Aku bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai darah haidh yang mengenai pakaian”. Beliau menjawab,
حُكِّيهِ بِضِلْعٍ وَاغْسِلِيهِ بِمَاءٍ وَسِدْر
“Gosoklah dengan kayu dan cucilah dengan air dan daun bidara”.(Shohih Abi Daud no. 363)
2.       Mensucikan Benda Yang Terkena Air Kencing
Adakalanya tanah, pakaian, celana dan benda-benda di sekitar kita terkena air kencing, maka mensucikannya adalah dengan cara menyiramnya dengan air, berdasarkan hadits Anas -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
أنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَقَامَ إِلَيْهِ بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : دَعُوْهُ وَلاَ تُزْرِمُوْهُ قَالَ فَلَمَّا فَرَغَ دَعَا بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَصَبَّهُ عَلَيْهِ
“Ada seorang Arab Badui pernah kencing di masjid, maka sebagian orangpun bangkit dan (untuk menghardiknya). Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Biarkan (ia kencing), janganlah kalian memotong (kencingnya) ”. Anas berkata, “Tatkala orang itu selesai kencing, maka Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- meminta seember air, lalu menuangkannya pada kencing tersebut. [Shohih an Nasai no. 53]
Adapun air kencing bayi laki – laki yang masih menyusu asi ibunya (atau yang sebagian besar makanannya adalah air asi) maka cara mensucikannya cukup dengan memercikinya dengan air berdasarkan hadits :
يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ
Mensucikan kencing bayi perempuan adalah dengan dicuci, sedangkan bayi laki-laki (cukup) dengan diperciki (air).” [Shohih Abi Daud 376]
3.       Mensucikan Pakaiaan Yang Terkena Madzi
Cara mensucikannya cukup dengan memerciki tempat yang terkena madzi tersebut, berdasarkan hadits :Sahl bin Hunaif -radhiyallahu ‘anhu-, beliau berkata,
كُنْتُ أَلْقَى مِنَ الْمَذْىِ شِدَّةً وَكُنْتُ أُكْثِرُ مِنْهُ الاِغْتِسَالَ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ « إِنَّمَا يُجْزِيكَ مِنْ ذَلِكَ الْوُضُوءُ ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ بِمَا يُصِيبُ ثَوْبِى مِنْهُ قَالَ « يَكْفِيكَ بِأَنْ تَأْخُذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَتَنْضَحَ بِهَا مِنْ ثَوْبِكَ حَيْثُ تُرَى أَنَّهُ أَصَابَهُ ».
“Dulu aku sering terkena madzi sehingga aku sering mandi karenanya. Lalu aku menanyakan hal ini pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai perbuatanku tadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, ‘Cukup bagimu berwudhu dari hal seperti itu.’ Aku lantas berkata lagi, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika ada sebagian madzi yang mengenai pakaianku?’. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Cukup bagimu mengambil air seukuran telapak tangan, lalu engkau perciki pada pakaianmu ketika engkau terkena madzi’.” [Shohih Abi Dawud no. 210]
4.       Mensucikan Ujung Pakaiaan Wanita
Adakalanya ujung pakaiaan wanita (ujung abaya, rok dll) terkena najis ketika berjalan, maka dalam hal ini syareat islam datang dengan kemudahan, cukuplah tanah suci setelahnyalah yang akan mensucikannya. Hal ini berdasarkan riwayat : bahwa ibu dari Ibrohim bin Abdur Rahman bin ‘Auf pernah bertanya pada Ummu Salamah –salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
إِنِّى امْرَأَةٌ أُطِيلُ ذَيْلِى وَأَمْشِى فِى الْمَكَانِ الْقَذِرِ.
Aku adalah wanita yang berpakaian panjang. Bagaimana kalau aku sering berjalan di tempat yang kotor? Ummu Salamah berkata : (dalam masalah ini) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُطَهِّرُهُ مَا بَعْدَهُ
Tanah yang berikutnya akan menyucikan najis sebelumnya. [Shohih Abi Dawud no. 383]
Namun jika najis yang melekat banyak, hendaknya ia mencucinya
Al Imam Muhammad rahimahullah berkata, “Tidak mengapa jika ujung pakaian wanita terkena kotoran (najis) selama kotoran tersebut tidak seukuran dirham yang besar (artinya: kotorannya banyak, pen). Jika kotoran tersebut banyak, maka tidak boleh shalat dengan menggunakan pakaian tersebut sampai dibersihkan (dicuci).” Demikian pula pendapat dari Imam Abu Hanifah rahimahullah. [tukhfatul akhwandzi 1/372]
5.       Mensucikan Alas Kaki (Sandal dll) Yang Menginjak Najis
Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda :
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ فَإِنْ رَأَى فِى نَعْلَيْهِ قَذَرًا أَوْ أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا
Apabila salah seorang di antara kalian pergi ke masjid, maka lihatlah, jika terdapat kotoran (najis) atau suatu gangguan di sandal kalian, maka usaplah sandal tersebut (ke tanah) dan shalatlah dengan keduanya. [Shohih Abi Dawud no. 650]
6.       Mensucikan Bejana Yang Dijilat Anjing
Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda :
طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ، أُوْلاَهُنَّ بِالتُّرَابِ
”Sucinya bejana kamu yang dijilat anjing adalah dengan cara mencucinya sebanyak tujuh kali, dan yang pertama dengan tanah.” [HR. Muslim no. 279]
7.       Mensucikan Kulit Bangkai
Termasuk benda najis adalah bangkai, namun syareat islam memberikan kemudahan dalam masalah ini sehingga kulitnya bisa disucikan, bedasarkan sabda beliau -shallallahu ‘alaihi wasallam- :
إِذَا دُبِغَ الْإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ
“Apabila kulit bangkai telah disamak, maka dia telah suci.” [HR. Muslim no. 366]
8.       Mensucikan Makanan Atau Sumur Yang Terkena Najis
Adakalanya makanan kita atau air sumur kita terkena najis maka mensucikannya adalah dengan cara membuang benda najisnya plus yang di sekitar benda najis tadi, bila telah dilakukan maka sisanya tetap suci. Hal ini berdasarkan hadits
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ مَيْمُونَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ فَأْرَةٍ سَقَطَتْ فِي سَمْنٍ فَقَالَ أَلْقُوهَا وَمَا حَوْلَهَا فَاطْرَحُوهُ وَكُلُوا سَمْنَكُمْ
“dari ibnu Abbas dari Maimunah bahwasannya Rosululloh -shallallahu ‘alaihi wasallam- ditanya tentang bangkai tikus yang jatuh ke mentega. Maka beliau bersabda : ‘buanglah (bangkai tikus tadi) dan (mentega) yang di sekitarnya, lalu makanlah mentega kalian’.” [ HR. Bhukori no. 235]
Adapun air sumur maka caranya sama dengan di atas, karena air apabila telah mencapai 2 qullah tidak ternajisi. Berdasarkan hadits :
إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ
“Jika air telah mencapai dua qullah [sekitar 210 liter – lihat tafsir al ‘asyr al akhir hal 94] maka tidak ternajisi.” [Shohih Abi Dawud no. 63]
Namun bila ingin mengurasnya maka hal tersebut baik
TAMBAHAN FAEDAH
1.       Suatu benda yang terkena najis akan otomatis kembali suci apabila tiga sifat benda najis yaitu warna, bau dan rasa benda najis tadi telah hilang darinya. Abu Malik berkata:
أَنَّ النَّجَاسَةَ إِذاَ زاَلَتْ بِأَيِّ شَئٍ زَالَ بِذلِكَ حُكْمُهاَ وَصاَرَتْ طاَهِرَةً
“Sesungguhnya suatu yang najis, bila hilang karena apapun, maka hukum kenajisannya juga hilang dan ia berubah menjadi suci [shohih fiqh assunnah 1/87]
2.       Walaupun terkadang masih ada bekasnya benda yang telah disucikan dari najis tetap dianggap suci. Berdasarkan hadits Abu Huroiroh -radhiyallahu ‘anhu-, bahwasannya khaulah binti yasar bertanya tentang bekas darah haid yang masih nampak pada pakaiannya maka Beliau -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda :
يَكْفِيكِ الْمَاءُ وَلَا يَضُرُّكِ أَثَرُهُ
“Cukup bagimu air, dan tidak mengapa bekasnya.”[HR. Ahmad 16/312, disohihkan al bani dalam as Shohihah no. 298]
3.       Jika pada pakaian atau badan seseorang terkena najis, kemudian dia mengunakan pembersih (yang suci) selain air, maka hal tersebut boleh dan sah, serta tidak diharuskan menggunakan air [shohih fiqh sunnah 1/87]. Yang penting tiga sifat (warna, bau, rasa) benda najis tadi telah hilang
4.       Tidak boleh menggunakan makanan untuk membersihkan najis, tanpa ada hajah yang mendesak, karena termasuk memubadzirkan harta. Alloh ta’ala berfirman :
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا*  إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya. (QS. Al isro’: 26 - 27)
Allohu a’lam bisshowwab
Ibnu ram [21092012]

1 komentar: