بسم الله الرحمن الرحيم

Jumat, 29 Maret 2013

SAFAR

بسم الله الرحمن الرحيم



Bepergian atau dalam istilah populer dikenal dengan nama “Safar “, adalah sebuah aktivitas yang tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan kita. Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna telah mengatur hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas yang satu ini. Untuk itu sedikit pada kesempatan kali ini kita akan menyelami bersama masalah safar

A.      Devinisi Safar
Dalam bahasa Arab, safar berarti menempuh perjalanan. Adapun secara syariat safar adalah keluarnya seseorang dari daerahnya dengan niat menuju suatu tempat dengan menempuh suatu tempo perjalanan. [ Shahih Fiqhus Sunnah, 1/472]
B.      Batasan Safar
Para ulama berbeda pendapat tentang jarak perjalanan yang telah dianggap sebagai safar. Al-Imam Ash-Shan’ani t menyebutkan ada sekitar 20 pendapat dalam permasalahan ini sebagaimana dihikayatkan oleh Ibnul Mundzir. (Subulus Salam, 3/109)
Namun Pendapat yang paling kuat –wallahu a’lam– adalah pendapat Ibnu Qudamah dan yang lainnya, bahwa batasan safar kembali kepada ‘urf (kebiasaan masyarakat setempat). Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Al-’Allamah Ibnul Qayyim. Demikian pula dikuatkan oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahumullah. (lihat Al-Mughni 2/542-543, Al-Majmu’ 4/150, Majmu’Al-Fatawa 24/21, Asy-Syarhul Mumti’ 4/497, Al-Jam’u baina Ash-Shalataini fis Safar hal. 122) - http://asysyariah.com/safar-dan-batasannya.html -
C.      Hakekat Safar
Dalam sebuah hadits Nabi bersabda :
السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنْ الْعَذَابِ يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ نَوْمَهُ وَطَعَامَهُ فَإِذَا قَضَى نَهْمَتَهُ مِنْ وَجْهِهِ فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ
“Safar adalah potongan adzab ia menghalangikalian dari tidur dan makan. Bila salah seorang dari kalian telah menyelesaikan hajatnya, maka hendaknya ia bersegera kembali kepada keluarganya” [HR. Bukhori, no. 5429, Muslim no.1927]
Berkata imam Nawawi :
مَعْنَاهُ : يَمْنَعهُ كَمَالهَا وَلَذِيذهَا ، لِمَا فِيهِ مِنْ الْمَشَقَّة وَالتَّعَب ، وَمُقَاسَاة الْحَرّ وَالْبَرْد ، وَالسُّرَى وَالْخَوْف ، وَمُفَارَقَة الْأَهْل وَالْأَصْحَاب ، وَخُشُونَة الْعَيْش
“Maknanya : safar tersebut menghalanginya untuk tidur dengan sempurna, dan mengurangi kelezatan makanan. Karena di dalam safar terdapat kesusahan, keletihan, hawa yang panas dan dingin, gelap, rasa takut, perpisahan denga sanak kerabat, serta hidup yang berat” [Syarah shohih muslim]
D.      Adab-Adab safar
a.       Berangkat di pagi hari
Berdasarkan sabda Nabi :
اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا
“ Ya Alloh berkahilah umatku di pagi harinya “ [Sohih Abi Dawud no. 2345]
b.      Disunahkan berangkat hari kamis
Dianjurkan untuk melakukan safar pada hari Kamis sebagaimana kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Ka’ab bin Malik, beliau berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - خَرَجَ يَوْمَ الْخَمِيسِ فِى غَزْوَةِ تَبُوكَ ، وَكَانَ يُحِبُّ أَنْ يَخْرُجَ يَوْمَ الْخَمِيسِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju perang Tabuk pada hari Kamis. Dan beliau senang untuk bepergian pada hari Kamis.”[HR. Bukhori no. 2950]
c.       Kalau bisa Jangan safar sendirian berkelompok lebih baik
Nabi bersabda :
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي الْوَحْدَةِ مَا أَعْلَمُ مَا سَارَ رَاكِبٌ بِلَيْلٍ وَحْدَهُ
“ Seandainya manusia tahu apa yang terdapat pada safar sendirian, niscaya seorang yang hendak safar tidak akan safar malam hari sendirian.” [HR. Bukhori no. 2998]
Selain itu Nabi juga bersabda :
الرَّاكِبُ شَيْطَانٌ وَالرَّاكِبَانِ شَيْطَانَانِ وَالثَّلاَثَةُ رَكْبٌ
Satu pengendara (musafir) adalah syaithan, dua pengendara (musafir) adalah dua syaithan, dan tiga pengendara (musafir) itu baru disebut rombongan musafir.” [Sohih Abi Dawud no.2607]
قاَلَ الْخَطَّابِي : مَعْنَاهُ أَنَّ التَّفَرُّدَ وَالذَّهَابَ وَحْدَهُ فِيْ الأَرْضِ مِنْ فِعْلِ الشَّيْطَانِ
Berkata al khottoby : maknanya bahwa bersendirian dalam bepergian termasuk perbuatan setan”. [tathriz riyadhis sholihin 2/51]
d.      Mengangkat pemimpin dalam safar
Disunahkan untuk mengangkat salah satu dari anggota rombongan sebagai pemimpin  rombongan. Sebagaimana sabda Nabi :
إِذَا خَرَجَ ثَلَاثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Apabila tiga orang berangkat safar hendaklah mereka memilih salah seorang sebagai amir (ketua rombongan).” [Sohih Abi Dawud no.2608]
e.      Mendoakan keluarga yang ditinggalkan
Disunahkan mendo’akan keluarga sebelum pergi dengan do’a :
أَسْتَوْدِعُ اللهَ دِينَكُمْ وَأَمَانَتَكُمْ وَخَوَاتِيمَ أَعْمَالِكُمْ
“Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanahmu, dan penutup amalmu.” [Sohih Abi Dawud no.2601]
Atau dengan do’a :
أَسْتَوْدِعُكَ اللهَ الَّذِيْ لاَ تَضِيْعُ وَ دَائِعُهُ
"Aku titipkan kamu kepada Allah yang tidak akan hilang titipan-Nya." [Sohih Ibni Majah no. 2295]
Adapun keluarga yang ditinggalkan disunahkan mengucapkan :
زَوَّدَكَ اللهَ التَّقْوَى وَغَفَرَ ذَنْبَكَ وَ يَسَّرَ لَكَ الْخَيْرَ حَيْثُمَا كُنْتَ
"Semoga Allah memberikan bekal ketaqwaan kepadamu, semoga Allah mengampuni dosamu, semoga Allah memudahkan kebaikan kepadamu dimanapun saja kamu berada." [Sohih at Tirmidzi no. 3444]
E.       Do’a dan dzikir seputar safar
a.       Do’a naik kendaraan ketika safar:
اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, (سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَـهُ مُقْرِنِيْنَ. وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ) الَلَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا البِرَّ وَالتَّقْوَى ،وَمِنَ العَمَلِ مَا تَرْضَى ، الَلَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، الَلَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيْفَةُ فِيْ الأَهْلِ ، الَلَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوْءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَالأَهْلِ
"Allah Maha Besar (3X). Maha Suci Rabb yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedangkan sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami (di hari Kiamat). Ya, Allah! Sesungguhnya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam perjalanan ini, kami memohon perbuatan yang meridhokanMu. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan dekatkanlah jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkau-lah teman dalam bepergian dan yang mengurusu keluarga(ku). Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan perubahan yang jelek dalam harta dan keluarga". [HR. Muslim no. 1342]
Apabila kembali dari perjalanan/safar maka do'a diatas dibaca dan ditambah :
آيِبُوْنَ تَائِبُوْنَ عَابِدُوْنَ لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ
"Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji kepada Rabb kami.”[HR. Muslim no. 1345]
b.      Doa Musafir Menjelang Shubuh
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا كَانَ فِى سَفَرٍ وَأَسْحَرَ يَقُولُ « سَمَّعَ سَامِعٌ بِحَمْدِ اللَّهِ وَحُسْنِ بَلاَئِهِ عَلَيْنَا رَبَّنَا صَاحِبْنَا وَأَفْضِلْ عَلَيْنَا عَائِذًا بِاللَّهِ مِنَ النَّارِ
Bagi setiap orang yang sedang safar disunnahkan membaca doa berikut ini ketika menjelang shubuh:

سَمَّعَ سَامِعٌ بِحَمْدِ اللهِ وَ حُسْنِ بَلاَئِهِ عَلَيْنَا ، رَبَّنَا صَاحِبْناَ ، وَ أَفْضِلْ عَلَيْنَا عَائِذاً بِاللهِ مِنَ النَّارِ

Dari Abu Huroiroh, bahwasannya Nabi jika beliau sedang bepergian dan mausk menjelang waktu subuh beliau berdo’a : "Semoga ada yang mendengarkan pujian kami kepada Allah (atas nikmat) dan cobaan-Nya yang baik bagi kami. Wahai Rabb kami, dampingilah kami (peliharalah kami) dan berilah karunia kepada kami untuk berlindung kepada Allah dari api neraka." .”[HR. Muslim no. 2718]
c.       Doa Singgah di suatu tempat dalam Safar
Nabi bersabda :
إِذَا نَزَلَ أَحَدُكُمْ مَنْزِلاً فَلْيَقُلْ "أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ". فَإِنَّهُ لاَ يَضُرُّهُ شَىْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْهُ
“Apabila salah satu dari kalian singgah di suatu tempat, hendaknya ia mengucapkan do'a :

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

Aku belindung dengan kalimat Allah yang sempurna secara keseluruhan dan dari kejahatan yang telah diciptakan
Maka sesungguhnya tidak akan memadhorotinya sesuatu apapun sampai ia beranjak dari tempat tersebut.”[HR. Muslim no. 2709]
d.      Doa Masuk Kota atau Desa
Apabila masuk suatu kota atau desa hendaknya orang yang sedang bersafar mengucapkan do'a :

اَللَّهُمَّ رَبَّ السَّماَوَاتِ السَّبْعِ وَ مَا أَظْلَلْنَ ، وَ رَبَّ الأَرْضِيْنَ السَّبْعِ وَ مَا أَقْلَلْنَ وَرَبَّ الشَّيَاطِيْنِ وَمَا أَظْلَلْنَ وَ رَبَّ الرِّيَاحِ وَ مَا ذَرَيْنَ أَسْأَلُكَ خَيْرَ هَذِهِ القَرْيَةِ ، وَ خَيْرَ أَهْلِهَا ، وَ خَيْرَ مَا فِيْهَا وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَا ، وَ شَرِّ أَهْلِهَا وَ شَرِّ ماَ فِيْهَا
"Ya Allah, penguasa tujuh lapis langit dan segala yang dinaunginya, Penguasa bumi dan apa yang lebih kecil darinya, Penguasa Syaitan dan segala yang disesatkan, Penguasa angin dan segala yang diterbangkan, aku memohon kepada-Mu kebaikan kampung ini, kebaikan penduduknya serta kebaikan apa yang terdapat di dalamnya dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan penduduknya serta segala apa yang terdapat didalamnya," [HR. Ibnu Hibban no. 2377 (Mawaarid), Lihat Silsilah ash-Shahiihah no. 2759.)
e.      Bertakbir bila melewati tanjakan dan bertasbih pada jalan menurun
Berdasarkan riwayat :
عَنْ أْبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم يُرِيْدُ سَفَراً فَقَالَ ياَ رَسُوْلَ اللهِ أَوْصِنِيْ قاَلَ : أُوْصِيْكَ بِتَقْوَى اللهِ وَ التَّكْبِيْرِ عَلَى كُلِّ شَرَفٍ
“Dari abu Huroiroh dia berkata : dating seorang lelaki yang ingin bepergian kepada Nabi, ia berkata : wahai Rosululloh berilah aku wasiat ! Rosululloh bersabda : aku wasiatkan kepadamu untuk bertaqwa kepada Alloh dan untuk bertakbir setiap kali melewati tempat yang menanjak.” [Silsilah asSohihah no. 1730]
Juga riwayat
كُنَّا إِذَا صَعِدْنَا كَبَّرْنَا وَإِذَا تَصَوَّبْنَا سَبَّحْنَا
“Apabila (jalan) kami menanjak, maka kami bertakbir, dan apabila menurun maka kami bertasbih”. [HR. Bukhori no. 2994]
F.       Hukum fiqh seputar safar
a.       Disunahkan mengqosor (meringkas) solat ruba’iyah (sholat wajib 4 rekaat) menjadi 2 rekat
Berdasarkan firman Alloh :
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ مِنَ الصَّلاَةِ
“Jika kalian mengadakan perjalanan di muka bumi maka tidak mengapa atas kalian untuk mengqashar shalat “ (QS. An-Nisa’: 101)
Juga riwayat dari Anas bin Malik radhiallahu anhu dia berkata:
خَرَجنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ – صلى الله عليه وسلم -  مِن المَدِينَةِ إِلَى مَكَّةَ فَصَلَّى رَكعَتَينِ رَكعَتَينِ حَتَّى رَجَعَ، قُلتُ: كَم أَقَامَ بِمَكَّةَ؟ قَالَ: عَشرًا
“Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari Madinah menuju Makkah, maka beliau shalat 2 rakaat 2 rakaat sampai beliau pulang ke Madinah. Saya (murid Anas) bertanya. “Berapa lama beliau menetap di Makkah?” dia menjawab, “10 hari.”[HR. Muslim no. 693]
b.      Boleh menjamak sholat dzuhur dengan ashar dan magrib dengan isya’
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم -  يَجمَعُ بَينَ صَلاةِ الظُّهرِ وَالعَصرِ إِذَا كَانَ عَلَى ظَهرِ سَيرٍ، وَيَجمَعُ بَينَ المَغرِبِ وَالعِشَاءِ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa menjamak antara zuhur dan ashar jika sedang dalam perjalanan. Beliau juga menjamak antara maghrib dan isya.” [HR. Bukhori no. 1107]
c.       Boleh mengusab khuf
Dibolehkan bagi musafir untuk mengusap khuf (sepatu/kaos kaki) atau yang sejenisnya sebagai pengganti dari membasuh kaki tatkala bersuci. Berdasarkan riwayat hadits Abu Bakroh radliyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

أَنَّهُ رَخَصَ لِلْمُسَافِرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ وَ لَيَالِيَهِنَّ ، وَ لِلْمُقِيْمِ يَوْماً ولَيْلَةً, إِذّا تَطَهَّرَ فَلَبِسَ خُفَّيْهِ أَنْ يَمْسَحَ عَلَيْهِمَا
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberi keringanan (untuk mengusap khuf –pent) bagi musafir tiga hari tiga malam, dan bagi mukim sehari semalam. Jika beliau bersuci maka beliau memakai kedua khuf beliau untuk mengusap keduanya. “ [As Sohihah no. 3455]
d.      Shalat di atas Kendaraan Ketika Bersafar
Untuk melaksanakan shalat sunnah, boleh dilakukan di atas kendaraan dan sangat baik jika awalnya menghadap kiblat walaupun setelah itu arahnya berubah. Namun untuk melaksanakan shalat fardhu, hendaknya turun dari kendaraan.
Dari Jabir bin ’Abdillah, beliau mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ ، فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيضَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaksanakan shalat sunnah di atas kendaraannya sesuai dengan arah kendaraannya. Namun jika ingin melaksanakan shalat fardhu, beliau turun dari kendaraan dan menghadap kiblat.” [HR. Bukhori no. 400]
Akan tetapi jika seseorang berada di mobil, pesawat, kereta api atau kendaraan lainnya, lalu musafir tersebut tidak mampu melaksanakan shalat dengan menghadap kiblat dan tidak mampu berdiri, maka dia boleh melaksanakan shalat fardhu di atas kendaraannya dengan dua syarat,
1.       Khawatir akan keluar waktu shalat sebelum sampai di tempat tujuan. Namun jika bisa turun dari kendaraan sebelum keluar waktu shalat, maka lebih baik menunggu. Kemudian jika sudah turun, dia langsung mengerjakan shalat fardhu.
2.       Tidak mampu turun dari kendaraan untuk melaksanakan shalat. Namun jika mampu turun dari kendaraan untuk melaksanakan shalat fardhu, maka wajib melaksanakan shalat fardhu dengan kondisi turun dari kendaraan.
Jika memang kedua syarat ini terpenuhi, boleh seorang musafir melaksanakan shalat di atas kendaraan.[fatawa lajnah daimah 8/126 lihat http://www.islamqa.com/ar/ref/21869] Sehingga tidak alasan sekali seorang musafir tidak melaksanakan shalat selama ia di perjalanan.
G.     Do’a kita mustajab
Ketika bersafar jangan sia-siakan kesempatan ini untuk memperbanyak berdo’a. karena do’a orang yang bepergian mustajab. Berdasarkan hadits :
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang dizholimi.” [Sohih abi Dawud no. 1536]
H.      Kusus bagi kaum Hawa
Tidak boleh bagi wanita bersafar sendirian pada perjalanan yang berjarak sehari semalam kecuali bila ditemanai mahrom. Berdasarkan hadits :
لاَ يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ عَلَيْهَا
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bersafar sejauh perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahromnya.” [HR. Muslim no. 1339]
Allohu a’lam
Disarikan dari minhajul muslim bab adab assafar dengan tambahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar